Selasa, 01 November 2011


Saat Bersama Sesosok Malaikat

Satu hari dari serpihan seribu mimpi
aku bertemu denganmu
di sebuah tempat menurut kata sepakat
berbingkai sore menuju malam
bertirai air yang tercurah lebat dari langit
hingga kita berdua terjebak terperangkap
di antara ruang dan irama merdu gemuruh hujan

Dua gelas coklat hangat
tak mampu membuyarkan pikiranku tentangmu
pada jarak yang teramat dekat
dengan leluasa aku menguliti wujudmu yang telanjang
hingga tak sadarkan diri
terbius aroma sedap keringat dari tubuhmu

Dalam kehilangan ingatanku dirampas pesonamu
hati begitu berharap
jarum jam bergulir merayap
agar diri bisa lebih menghayati kehadiran
sesosok malaikat yang tengah melebarkan sayap
sebagai tanda merengkuhku dalam gelap

Dan Sang Waktu
merubah semua ini menjadi candu!
================================

Salam Untukmu

Di penghujung malam
aku mendekap bayanganmu dalam diam
memaknai benang emas pertemanan yang tlah tersulam
pada sudut-sudut hatiku yang tak lagi kelam

Kepadamu yang berhati pualam
melalui goresan kalam
kusampaikan salam….
================================
Damailah!!

Damai itu sejuk
dan dendam adalah api dalam sekam
aku berharap engkau memilih sejuk
tak hendak menjadikan hatimu api dalam sekam

Lakon kita pada panggung pertunjukan waktu itu
anggaplah hanya sebuah lakon
yang sudah lama ditinggalkan dan dilupakan penontonnya
sepak terjang kita di pentas itu pun hanyalah tuntutan naskah
yang tidak boleh tidak harus diperankan

Seribu maaf aku ajukan padamu
atas kelancangan tutur kataku
sumber pemicu bara marahmu

aku pun telah memaafkanmu
sejak jauh-jauh hari
sejak kita tak bersua lagi
sejak engkau tak berpenampakan
sejak engkau mungkin menganggap aku tak hidup lagi

Id-mu telah ku ignore
sebuah keputusan yang tak mungkin aku rubah
selamanya id-mu akan seperti itu dalam file di list-ku
tapi tidak dengan hatiku
maafku berhamburan untukmu
walau engkau tak tahu itu
================================
Lelah

Selalu
engkau mengajakku berlari
meniti jembatan hari-hari
menanjak dan memanjat tangga bulan demi bulan
berburu sesuatu di ujung waktu tahun demi tahun
sesuatu yang aku sendiri tak tahu, apa itu?

Selalu
engkau membuatku lelah
terengah-engah
melepas tenaga dan nafas yang masih tersisa
mengejar asa di ujung masa
asa yang aku sendiri belum tentu ikut mengecapnya

Selalu
engkau menganggap milikmu
segenap jiwa ragaku
dan semena-mena
sukmaku penat
meregang urat-urat
mengucur peluh
bertetesan butiran keringat

beri aku sejenak istirahat
================================
Terbakar Aku

Lidah apimu
berkobar membakar
relung terdalam sukmaku
menyengat urat-urat
tak tertahankan

Lidah apimu
menjulur berbaur
nurani lemahku
yang tlah lama mengejar-ngejar
tak kuasa menghindar

Terperangkap
segenap jiwa ragaku
dalam pusaran gelora hasrat
yang menggebu menderu
aku tak berdaya
lelah mencari celah
terpuruk dalam rengkuhanmu

seperti opium
sepak terjang dan kelembutan perangkapmu
nikmat dan sakit hampir tak berbatas
dan orgasme itu
kasih yang terbalas
================================
Bisa Si Ular Jantan

Bisa itu
Terlanjur menjalar
Mengalir bercampur darahku
Bergetar jiwa menggelepar-gelepar
Terkapar

Bisa itu
Menyiksaku benar
halusinasi bertubi-tubi
kebohongan menari-nari
tak berkesudahan terus bermimpi

Dalam terlunta-lunta tak kenal arah mata angin
Tiba-tiba
Engkau yang terlupakan hadir
Bersama semilir atmosfir
Mendekapku dalam lautan cinta dan kasih sayang tak terhingga
Mencumbuku dengan seribu maafmu

Perlahan rohku meninggalkan alam bawah sadar
Menuju siuman
sekuat tenaga melawan jeratan hewan melata liar
berat dan sukar
karena permainan dia adalah candu

tetaplah engkau di sini hai pembawa obar penawar
jangan pernah beranjak dari bilik jantungku
hingga terbunuhnya si ular jantan
dengan pisau keyakinan dan pedang kebenaran
================================
Kita dan Nutfah

Tak usah merasa lebih
kita sama berasal dari nutfah
air hina yang terpancar dari seorang bapak
bersemayam dalam dunia kegelapan rahim ibu
sembilan bulan

Tak patut berbangga dengan fatamorgana
semua digariskan akan lenyap bersama hancurnya alam fana
kemilau sejati yang aku merasa iri
insan berlimpah ilmu yang rendah hati

Tutup saja mulutmu
Yang berhembus nafas beraroma bau
berujung runcing menebar kata kata kasar
walau hanya sekedar berkelakar

Simpan di laci meja kerjamu semua kesombongan itu
lipat bersama kostum badutnya
aku tak butuh hiburan picisan
meski tiap hari jadi pertunjukan gratisan.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar