Selasa, 01 November 2011

Indonesia menangis


Tiga bencana besar hanya dalam kurun beberapa minggu saja di Indonesia sungguh membuat miris. Bagaimana tidak, nyawa ratusan orang hilang begitu saja dalam kejadian itu, belum dihitung berapa kerugian material yang tentunya tidak sedikit.
Seketika itu pula, banyak komentar yang bermunculan sehubungan dengan bencana-bencana alam ini. Mulai dari yang prihatin sampai dengan yang bersimpati. Saya pun banyak membaca komentar-komentar ini dari koran atau menontonnya dari televisi. Namun ada beberapa komentar yang membuat saya agak terganggu, seperti : ” Tuhan sudah murka dengan dosa-dosa kita” atau ” Tuhan sedang menghukum kita”.
Sebagai orang yang beragama, saya pun percaya akan kehadiran Tuhan.. Ini tidak usah diperdebatkan karena negara kita memang negara yang mengakui adanya Tuhan. Tapi apakah benar bahwa musibah ini diturunkan Tuhan untuk menghukum kita? Hal inilah yang pantas untuk diperdebatkan. Ada berbagai dasar pemikiran yang cukup logis menurut saya untuk mengatakan ini bukan hukuman Tuhan :
1. Mengapa hanya Indonesia saja yang diberi bencana sedemikian sering? Apakah kita memang negara yang paling berdosa di dunia ini?
2. Apakah mereka yang terkena bencana merupakan orang yang paling berdosa? Ingat, banyak di antara korban itu adalah anak-anak yang notabene “belum berdosa”. Jika Tuhan menurunkan bencana ini,jelas ini sudah salah sasaran. Bukankah lebih baik bagi Tuhan untuk menghukum para koruptor dan pelaku kriminal yang bertebaran di negara kita?
3. Apakah Tuhan tega membunuh umatnya sendiri ? Di setiap agama, Tuhan digambarkan sebagai sesuatu yang suci, tidak ternoda, dan tidak tercela. Dengan menurunkan bencana,yang menewaskan ciptaannya sendiri jelas kesucian Tuhan akan dipertanyakan.
Pembaca yang budiman, menurut sumber yang saya baca, bencana alam menurut penyebabnya terbagi atas dua : karena alam itu sendiri atau karena kerusakan alam yang disebabkan oleh manusia. Kejadian di jogja dan mentawai sudah jelas-jelas diakibatkan oleh sebab yang pertama. Daerah sekitar Sumatra Barat memang rawan gempa, bahkan sejak ratusan tahun yang lalu, daerah ini sudah berkali-kali digoyang gempa dan diguyur tsunami. Gunung merapi sendiri juga sudah berkali-kali meletus. Kasus di wasior sedikit berbeda, banjir bandang ini disebabkan okeh kerusakan alam.
Nah,sebagai manusia biasa kita tak akan pernah tahu kapan datangnya bencana. Oleh karena itu, perlu dilakukan tindakan untuk menimalkan dampak bencana :
1. Tindakan pencegahan. Mungkin ada benarnya juga Marzuki Alie, sang ketua DPR kita mengatakan bahwa kalau tidak mau kena tsunami jangan tinggal di pesisir. Maaf, saya bukan mau membenarkan 100% pendapat ini, tapi coba anda pikirkan baik-baik analogi berikut ini, mana yang lebih beresiko terkena banjir, warga yang tinggalnya di daerah dataran rendah atau dataran tinggi? Nah, begitu juga dengan saudara kita yang tinggal di daerah pesisir tentunya mengalami resiko yang lebih besar terkena tsunami dan warga di sekitar merapi juga megalami resiko gunung meletus yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah yang lainnya. Saya menyambut baik rencana pemerintah untuk merelokasi warga pesisir di mentawai. Intinya, jika tidak mau terkena musibah, jangan tinggal di daerah rawan.
2. Tindakan meminimalisir. Bencana alam memang bisa menyapa kita kapan saja. Jika kita memilih untuk tinggal di daerah rawan bencana, maka satu-satunya pilihan kita adalah bagaimana meminimalisir dampak bencana ini. Kita bisa mencontoh Jepang dalam hal ini. Mereka aktif melakukan pelatihan tanggap bencana, membangun bangunan tahan gempa dan lain sebagainya . Untuk kasus di Indonesia,saya pernah membaca tentang kisah tsunami di aceh. Jika saja terumbu karang dan hutan manggrove tidak dibabat manusia, bisa saja dampak tsunami itu tidak sedashyat yang terjadi waktu itu. Hutan kita jangan digunduli, dan tata kota harus benar-benar diatur sedemikian rupa. Jika masyarakat dan pemerintah bersinergi dengan baik, saya yakin kita bisa seperti jepang dalam hal penanggulangan bencana.
Pembaca yang terhormat, saya bukanlah ahli agama dan juga bukanlah ahli gempa atau semacamnya. Saya hanyalah umat beragama biasa,kiranya tulisan saya ini jangan menimbulkan perdebatan tentang Tuhan, karena itu bukanlah esensi dari tulisan ini. Saya hanya mengajak pembaca berpikiran logis tentang adanya suatu bencana, bahwa bencana adalah sesuatu yang wajar terjadi tapi bisa kita hindari dengan akal budi yang sudah diberikan Tuhan kepada kita. Saya tidak ingin mendengar Tuhan yang saya sucikan dan muliakan “dituduh” sebagai pembunuh massal. Saya jadi ingat lagu Iwan Fals yang berjudul Tampomas “apakah mungkin, ini takdir Tuhan? Karena aku rasa itu tak mungkin. korbankan ratusan jiwa mereka yang belum tentu berdosa, korbankan ratusan jiwa demi peringatan manusia”
Terima kasih…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar